MAHARADJA SOETAN

Mangaradja Soetan 

     Dja Tagor Harahap (Soetan Mangamar) gelar Maharaja Sutan adalah satu satunya Raja sekaligus Kepala Kuria di  tanah Batak yang sempat mengenyam pendidikan Barat dan belajar banyak dari pergaulannya dengan orang orang Eropa, beliau merupakan salah satu dari murid pertama tokoh pendidikan dasar Mandailing yaitu Sati Nasution atau lebih dikenal dengan Willem Iskandar, Beliau juga merupakan seorang penggiat Pendidikan bagai Masyarakat Pribumi di Angkola, sampai mendanai secara pribadi dua sekolah dasar bagi masyarakat pribumi, kelak perjuangan beliau dalam memperjuangkan hak Pendidikian bagi Masyarakat Pribumi ditruskan oleh putra beliau Radjiun Harahap glr Soetan Casajangan Soripada. Maharadja Soetan juga merupakan Pelopor penghapusan perbudakan di Mandailing dan Angkola pada tahun 1863.


     Maharaja Sutan adalah anak dari Raja Batunadua yang merupakan tokoh berpengaruh di Angkola yaitu Patuan Soripada,  yang  bersama sama Tokoh  Mandailing Raja Gadombang dari Huta Godang, melawan pasukan Paderi di Bonjol, Patuan Soripada juga memimpin Raja Raja Angkola dalam perlawanan terhadap Pasukan Paderi di Dalu Dalu. Pasukan Paderi memaksakan cara beragama mereka kepada masyarkat Batak Mandailing-Angkola yang pada saat itu sudah beragama Islam, karena mereka beranggapan bahwa Islam Masyarakat Batak Mandailing-Angkola sudah tidak murni lagi dan bercampur dengan adat istiadat. Alasan serupa juga menjadi asal muasal pecahnya perang paderi di Minangkabau yang meluas hingga ke Tapanuli. Patuan Soripada Wafat di Kota Mekkah bertepatan dengan Hari ke 9 Idul Fitri, setelah mengalami demam selama 4 hari tepatnya pada Tanggal 09 Syawwal 1295 H / 6 Oktober 1878 M. 


     Sebagaimana sang Ayah, Maharaja Sutan juga dikenal sebagai Sosok yang berpengaruh dan disegani bahkan oleh Pemerintah Hindia Belanda, beliau dikenal dekat dengan orang orang  Belanda dan Eropa karena pergaulannya semasa mengenyam Pendidikan, beliau juga aktif dalam meredakan kekacauan yang terjadi di Daerah Padang Lawas, namun Pemerintah Hindia Belanda tetap merasa khawatir karena pengaruhnya yang besar di Masyarakat, yang mana beliau dapat dengan mudah memicu pergerakan Masyarakat Batak di Angkola, itulah yang mebyebabkan Pemerintah Hindia Belanda sangat berhati hati terhadap Maharaja Sutan demi kepentingan politik mereka.


     Pernah suatu ketika Maharaja Sutan berselisih dengan seorang Pejabat Pemerintah, seorang  Asisten Resident di Angkola sampai sampai  Resident Tapanuli Mr.J.B. Boyle mengadakan rapat bersama Raja Raja Angkola di Padang Sidempuan untuk membahas perselisihan tersebut, dalam rapat tersebut banyak Raja Raja Angkola ingin mengadukan perbuatan Asisten Resident tersebut kepada Mr. J.B. Boyle,  namun Hal itu urung dilakukan karena rasa takut (segan) mereka kepada Asisten Resident. Hanya Maharaja Sutan yang saat itu berani melaporkan perbuatan Asisten Resident tersebut kepada Mr. J.B. Boyle, Perselisihan tersebut mendorong Asisten Resident untuk  mengawasi Maharaja Sutan, Asisten Resident tersebut juga memerintahkan kepada Jaksa agar memeriksa Maharaja Sutan dan menghasut penduduk untuk mencari cari perkara perkara lama. Maharaja Sutan kemudian meminta kepada Resident Tapanuli Mr. J.B. Boyle agar beliau berhenti saja sebagai Kepala Kuria selama Asisten Resident tersebut masih menjabat, dan akan bersedia kembali menjadi Kepala Kuria saat Asisten Resident tersebut sudah tidak menjabat ataupun sudah pindah dari Afdeeling Angkola, Namun Resident Tapanuli tidak menginginkan Hal itu karena khawatir akan pergolakan di Masyarakat Batak Angkola yang tentunya dapat menimbulkan kerugian di pihak Belanda.


     Belum ditemukan seumber lain  yang menjelaskan penyebab perselisihan Maharaja Sutan dengan Asisten Resident Angkola tersebut, padahal dengan Asisten Resident Angkola yang sebelum sebelumnya dan para Pejabat Pemerintah lainnya tidak pernah ada perselisihan, ada yang mengatakan perselisihan bermula ketika Asisten Resident ingin menjual sepasang kuda nya seharga 800 f, namum Maharaja Sutan tidak mau membeli kuda tersebut karena dirasa terlalu mahal, yang akhirnya membuat Asisten Resident merasa sakit hati.


     Maharaja Sutan Wafat di Batunadua pada Tanggal 07 Rajab 1305 H / 20 Maret 1888 M dan di makam kan di komplek Perkuburan Masjid Raya Shirotol Mustaqim Batunadua Padang Sidempuan, kedudukannya sebgai Kepala Kuria di digantikan oleh dua orang putra nya secara berturut turut yaitu oleh putra pertama beliau Pontas gelar Patuan Soripada dan oleh putra kedua beliau Baginda Raja Tuan Humala Soripada. Seperti yang telah di bahas sebelumnya, Maharaja Sutan juga merupakan Ayah dari Radjiun Harahap gelar Soetan Casajangan Soripada seorang Tokoh Pendidikan tinggi dan Penulis Buku Pertama dari kalangan Pribumi yang diterbitkan di luar negri, juga seorang pendiri Indische Vereeniging yang menjadi cikal bakal Perhimpunan Indonesia.


Sumber :

Dirangkum dari tulisan berita Koran Dan Majalah yang sejaman, serta tulisan dari blog Akhir Matua Harahap.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tarombo Harahap Tunggal Huayan Jaindomora (Ja Enda Mora) Batunadua

KURIA DI TAPANULI SELATAN