AWAL TERBENTUKNYA KOLONISASI DI ANGKOLA MANDAILING
Awal Mula Kolonisasi di Angkola dan Mandailing mungkin tidak dapat lepas dari pergolakan Padri di kedua Wilayah, tanpa pergolakan perang Padri mungkin sejarah Kolonisasi di Angkola dan Mandailing akan memiliki kisah yang berbeda.
Sebelum berkecamuknya Perang antara kaum Adat di Minangkabau yang dibantu pasukan Belanda melawan Pasukan yang dibentuk oleh beberapa Ulama di Minang Kabau yang mana perang ini dikenal dengan sebutan Perang Padri, Pemerintah Kolonial Belanda belum memasuki wilayah Angkola dan Mandailing. Saat perang ini berlangsung dan menyebar sampai pada wilayah Angkola dan Mandailing barulah Pasukan Pemerintah Kolonial Belanda memasuki wilayah ini untuk memburu pasukan Padri dan membangun benteng pertahanan.
Pada era Padri ini, Wilayah Angkola dan Mandailing pada akhirnya berafiliasi dengan Pemerintah Hindia Belanda akibat dari keberadaan Pasukan Padri yang sangat mengganggu keadaan yang selama ini berjalan dengan baik di kedua wilayah, maka puncaknya pada tahun 1833 dalam serangan ke benteng Bondjol pasukan dari Angkola dan Mandailing dipimpin oleh Radja Gadumbang dari Mandailing (Radja Hoeta Godang) berhasil menaklukkan Benteng Bonjol pada tahun 1837. Kemudian Pada serangan berikutnya di Daloe-Daloe pada tahun 1838 dipimpin oleh Radja Patoean Soripada dari Angkola (Radja Batoenadoea) dan Benteng Daloe-Daloe pun berhasil untuk ditaklukkan dan Wilayah Padang Lawas dapat dibebaskan dari pengaruh Padri. Dalam hal ini terlihat penerapan federasi dua Wilayah yang mana kepemimpinan bersifat dinamis, pada saat tertentu salah satu raja dari Mandailing dan pada saat yang lain salah satu raja dari Angkola.
Setelah berakhirnya perang Padri maka pada tahun 1840-an dibentuklah cabang Pemerintahan Sipil Hindia Belanda di ketiga wilayah dan dimasukkan ke dalam dua Afdeeling, Afdeeling Angkola Mandailing dan Afdeeling Portibi atau Afdeeling Padang Lawas. Di Afdeeling Angkola Mandailing pemerintahan lokal dibagi ke dalam sejumlah koeria begitu pun di Afdeeling Padang Lawas namun di Afdeeling Padang Lawas tidak menggunakan nama koeria tetapi menggunakan nama luhat hal ini dikarenakan kedua nama tersebut baik Koeria maupun Luhat merupakan nama yang selama ini digunakan dan dikenal di wilayah wilayah tersebut.
Pada perkembangan nya Afdeeling Angkola Mandailing dibagi menjadi dua onderfadeeling, yakni Onderafdeeling Mandailing ibukota di Panjaboengan dan Onderafdeeling Angkola dengan ibu kota di Padang Sidempoean. Pada tahun 1916 Pemerintah kolonial membentuk lagi district, sehingga Onderafdeeling dibagi lagi menjadi beberapa distrik, seperti Angkola Djae ibu kota di Pintoe Padang, Angkola Djeoloe ibu kota di Padang Sidempoean dan Angkola Dolok ibu kota Sipirok. Pada setiap district terdiri dari beberapa koeria yang dikepalai oleh kepala koeria. Di Onderafdeeling Mandailing Godang koeria-koeria terkenal antara lain Panjaboengan, Pidoli dan Goenoeng Toea. Di Onderafdeeling Mandailing Djoeloe koeria terkenal antara lain Kotanopan dan Hoetagodang.
Kepala kepala koeria ini pada dasarnya adalah raja dari kerajaan-kerajan kecil yang berdasarkan prinsip genealogis (turun temurun). Pada zaman kuno, wujud koeria-koeria ini dapat membentuk federasi yang lebih besar, dapat di duga Kerajaan Aru juga berasal dari federasi dari kerajaan kerajaan kecil di Angkola Mandailing dan Padang Lawas. Kerajaan-kerajaan kecil (koeria atau luhat) ini dipimpin oleh Raja Panusunan Bulung sebagai Primus Interpares yang terdiri dari beberapa huta (Raja Pamusuk). Luhat adakalnya disebut Djanji.
Di Silindoeng dan Toba tidak disebut koeria atau luhat tetapi disebut negeri. Negeri, bukan nagari. Di Residentie Padangsche Bovenlanden yang beribukota di Fort de Kock (kini Bukit Tinggi) huta disebut nagari. Sementara yang setara dengan koeria, luhat dan negeri di wilayah tersebut disebut laras. Laras cenderung bersifat teritorial, sedangkan koeria, luhat atau negeri cenderung bersifat genealogis (satu marga utama).
Dikompilasi dari tulisan :
Akhir Matua Harahap.
Catatan :
Dapat dilihat dengan jelas bagaimana cara cara Belanda menancapkan cakar Kolonisasi di tanah Tapanuli, yakni dengan memperkecil kekuasaan Raja raja Pribumi (Kepala Kuria) yakni melalui pembentukan struktur struktur baru dalam Pemerintahan kemudian menempatkan kepala Kuria pada tempat terbawah dari struktur baru yang di bentuk Pemerintah Kolonial Belanda. Yang pada awal Pemerintahan Sipil Hindia Belanda, Kepala Kuria merupakan Kepala Pemerintahan Pribumi tertinggi yang di dihubungkan dengan Pemerintahan Belanda melalui seorang Controleur, sebelum pada akhirnya Belanda Membentuk struktur struktur baru yakni: Afdeling,Onderafdeling, District, dan Onder District, den menempatkan Kuria di tempat terbawah dari struktur struktur tersebut.

Komentar
Posting Komentar